CSR Lingkungan Indonesia

Berita 2008

Desember 2008

CSR, Topeng Korporasi Melahap Sumber Daya Alam

17 Desember 2008 – 11:0 WIB

Kurniawan Tri Yunanto

Sumber: http://www.vhrmedia.com/

VHRmedia, Jakarta – Konsep corporate social responsibility (CSR) dinilai tidak berkontribusi menjamin menegakan hak ekonomi, sosial, dan budaya, masyarakat yang tinggal disekitar perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam. Keberadaan perusahaan justru menimbulkan kerusakan alam, yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

Menurut hasil penelitian yang diungkapkan dalam buku “Mempertanyakan Tanggung Jawab Sosial Masyarakat”, CSR adalah wujud minimnya tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak masyarakat. Pengalihan tanggung jawab pemenuhan hak ekosob kepada korporasi besar, membuat perusahaan lebih berkuasa dan menghapuskan kewajiban negara.

“Ada pemerintahan daerah yang justru membangun infrastruktur untuk perusahan besar itu. Korporasi jadi raja, dan kewajiban negara menjadi hilang,” kata George Aditjondro, Koordinator tim peniliti dalam diskusi di kantor Komnas HAM, Selasa (16/12).

Menurut Goerge, dalam pelaksanaan CSR, banyak ditemukan tawar menawar kepentingan antara perusahaan dan pemerintah lokal. Tawar menawar tersebut umumnya dilakukan dalam bentuk suap. Hal ini biasanya terkait pembuatan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL), yang prakteknya kerap merugikan masyarakat.

Dalam buku yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia tersebut, diteliti tentang praktek pelaksanaan CSR terhadap 5 korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam. Yaitu, PT Dairi Prima Mineral (Sumatera Utara), PT Riau Andalan Pulp & Paper (Riau), PT Medco E&P Rimau (Sumatera Selatan), PT Kaltim Prima Coal (Kalimantan Timur) dan PT Newmont Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat).

Menurut Siti Maemunah salah seorang pendamping peneliti, pada lokasi eksplorasi PT Newmont Nusa Tenggara, ditemukan adanya kerusakan lingkungan yang demikian besar. Apalagi, karakter perusahaan tambang membutuhkan lahan yang luas dan air dalam jumlah besar. “Akibatnya, tidak ada serapan air, dan penyempitan lahan produktif bagi petani,” ujar Siti Maemunah.

Daya rusak yang tidak kalah hebat, juga terjadi pada perusahaan lainnya. Meski pada dasarnya kosep CSR ini berjalan, namun mekanismenya disalahgunakan melalui suap kepada pemerintah lokal. Dengan sendirinya, masyarakat yang berada disekitar perusahaan tidak merasakan manfaat CSR.

Pola CSR cenderung dijadikan sarana menutupi pengelolaan lingkungan yang buruk oleh perusahaan, mempermudah masuknya investasi, dan meredam konflik masyarakat.

Dalam UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, dijelaskan, perseroan yang menjalankan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melakukan tanggung jawa sosial dan lingkungan. Perseroan yang tidak melaksanakan aturan ini, akan dikenakan sanksi. Namun pada prakteknya, CSR hanya dijadikan legitimasi bagi perusahaan multinasional untuk melakukan ekspolitasi sumber daya alam secara besar-besaran. (E1)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.